Aceh Utara — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Aceh Utara mencatat sebanyak 3,8 persen anak di daerah tersebut mengalami keterlambatan dalam tumbuh kembang. Data ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah karena menyangkut masa depan generasi penerus. Dari total ribuan anak yang tersebar di 852 desa dan 27 kecamatan, angka tersebut menandakan perlunya intervensi yang lebih intensif dan terarah.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM., M.Kes melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas), Samsul Bahri, SKM., M.K.M, Kamis 24 Juli 2025, menyebut bahwa angka 3,8 persen bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus. “Keterlambatan tumbuh kembang bisa berdampak panjang, baik secara fisik, kognitif maupun sosial emosional,” ujar Samsul.
Untuk menanggulangi persoalan ini, Dinkes Aceh Utara terus menggencarkan program Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK). Program ini dirancang untuk mendeteksi sedini mungkin adanya penyimpangan atau keterlambatan tumbuh kembang pada anak usia dini. Melalui SDIDTK, anak-anak yang terindikasi mengalami keterlambatan akan mendapat penanganan lebih lanjut dari tenaga kesehatan.
Menurut Samsul Bahri, salah satu kendala di lapangan adalah masih kurangnya kesadaran orang tua terhadap pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak. Padahal, fase usia emas (golden age) sangat menentukan kualitas hidup anak di masa depan. “Pemeriksaan SDIDTK seharusnya dilakukan secara rutin di Posyandu maupun fasilitas layanan kesehatan lainnya,” tambahnya.
Dinkes Aceh Utara juga telah melatih tenaga kesehatan dan kader Posyandu di seluruh kecamatan agar mampu melakukan deteksi dini secara tepat. Mereka dibekali pengetahuan untuk mengenali indikator perkembangan anak seperti kemampuan motorik, bicara, sosial, dan emosional. Edukasi kepada masyarakat juga terus digalakkan melalui berbagai saluran, termasuk kerja sama dengan PKK dan perangkat gampong.
Dalam konteks wilayah yang luas seperti Aceh Utara, dengan jumlah desa mencapai 852 dan terbentang di 27 kecamatan, koordinasi lintas sektor menjadi sangat penting. Pemerintah gampong, tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat diharapkan dapat bersinergi mendorong partisipasi aktif orang tua dalam pemantauan tumbuh kembang anak.
Samsul Bahri menjelaskan bahwa Dinkes juga menyediakan alat bantu seperti KKA (Kartu Kembang Anak) sebagai panduan pemantauan tumbuh kembang. “Setiap anak berhak mendapatkan deteksi dini. Jika ditemukan indikasi keterlambatan, maka harus segera ditindaklanjuti melalui rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap,” tegasnya.
Tantangan lainnya adalah terbatasnya akses layanan di daerah terpencil. Namun demikian, Dinkes terus mendorong pendekatan jemput bola dengan mengaktifkan Posyandu keliling di wilayah yang sulit dijangkau. Langkah ini dianggap efektif untuk menjangkau anak-anak yang sebelumnya tidak terpantau.
SDIDTK bukan hanya sekadar program, melainkan investasi jangka panjang dalam pembangunan sumber daya manusia. Dinas Kesehatan Aceh Utara berkomitmen untuk memperkuat layanan ini, karena kesehatan dan kecerdasan anak hari ini akan menentukan kemajuan daerah di masa depan.
“Dengan intervensi yang tepat dan dukungan dari semua pihak, kita bisa menurunkan angka keterlambatan tumbuh kembang anak di Aceh Utara. Anak-anak adalah masa depan kita, mereka layak tumbuh sehat, cerdas, dan bahagia,” pungkas Samsul Bahri.